Jumat, 28 November 2008

puisi untuk bangsaku










Hari ini aku lihat kembaliWajah-wajah halus yang kerasYang berbicara tentang kemerdekaaanDan demokrasiDan bercita-citaMenggulingkan tiran
Aku mengenali merekayang tanpa tentaramau berperang melawan diktatordan yang tanpa uangmau memberantas korupsi
Kawan-kawanKuberikan padamu cintakuDan maukah kau berjabat tanganSelalu dalam hidup ini?Sebuah puisi oleh Soe Hok Gie yang begitu dirindukan dari zaman beliau hingga yang hari ini saya rasakan. Mari singsingkan lengan baju membenahi negara ini kawan-kawanku…Apatisme kita hanya akan memperburuk kondisi negara…Tak ada yang perlu kita takutkan untuk berjuang di jalan kebenaran…Cinta kita untuk negara ini akan terbayar suatu saat nanti…
Waktu ini seakan tak berdayaDiam dan berjalan begitu sajaDiantara kemewahan pejabat negaraDiantara penderitaan rakyat jelataDan waktu diam saja
Apa asa ini sudah matiHingga tak ada lagi kepercayaanPada birokrat dan penguasaYang tak pernah menunduk…tercengang…Melihat api belenggu kemiskinan
Tidak…Aku masih adaBerpihak kepadamuKaum tertindas dan terpinggirkanAku berjanji…Hidup ini untuk untukmu saudaraku
Puisi pertama untuk rakyatku…Yang saat ini berjuang melawan keterpurukan…




asal terjadi merah putih .



Dalam sejarah Indonesia terbukti, bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan R. Wijaya.
Prapanca di dalam buku karangannya Negara Kertagama mencerirakan tentang digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M.
Menurut Prapanca, gambar-gambar yang dilukiskan pada kereta-kereta raja-raja yang menghadiri hari kebesaran itu bermacam-macam antara lain kereta raja puteri Lasem dihiasi dengan gambar buah meja yang berwarna merah.
Atas dasar uraian itu, bahwa dalam kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan.



dari : pramukanet.org

sang saka merah putih

setiap kali ku pandang merah putihku
kulihat tumpah darah merah pahlawanku
kesucian yang putih nan elok
yang berkibar di ujung tombak persatuan
akankah engkau berhenti berkibar ?
jangan...jangan....
engkaulah semangat bangsaku

kulihat jauh dalam negriku
perubahan apa yang kami dapat sebagai rakyatmu ?
moral ? pendidikan ? politik ?
apakah semua itu hanya ada pada mereka ?
bangkitkan aku untuk kesadaran mereka
bangkitkan aku membentak mereka
mereka yang rakyat percayai.....

salam untuk hijau negriku....

Selasa, 25 November 2008

pejuangku adalah paskibra sejati .


Jakarta - Di usianya yang ke-81, pria sepuh itu masih tetap menikmati hidupnya di pinggir rel Kalibata, Jakarta Selatan. Pria yang kini menderita stroke mata itu seharusnya bisa hidup lebih layak. Sebab, pria bernama Ilyas Karim adalah pelaku sejarah penting. Dialah pengibar pertama Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus 1945 lalu. Anda tentu pernah melihat foto upacara pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat. Di foto itu tampak dua orang pengibar bendera yang dikelilingi oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ibu Fatmawati, dan SK Trimurti. Pemuda pengibar bendera yang bercelana pendek itulah Ilyas Karim. Saat ini Ilyas tinggal di sebuah rumah sederhana di Jl. Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan, bersebelahan dengan rel kereta api. Saat ditemui detikcom, Selasa (12/8/2008) kemarin, Ilyas masih tampak bugar. Meski gerak badannya tidak segesit dulu, namun dia tidak tampak bungkuk ataupun tergopoh ketika berjalan.Ilyas menceritakan pengalamannya sebagai pengibar bendera Merah Putih pertama di republik ini. Waktu itu, Ilyas adalah seorang murid di Asrama Pemuda Islam (API) yang bermarkas di Menteng Jakarta Pusat. Malam hari sebelum dibacakan proklamasi kemerdekaan RI, Ilyas beserta 50-an teman dari API diundang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56."Katanya ada acara gitu," tutur Ilyas.Saat berkumpul di rumah Soekarno itulah Sudanco (Komandan Peleton) Latief menunjuknya untuk menjadi pengibar bendera di acara proklamasi kemerdekaan keesokan harinya. Satu orang pengibar yang lain yang ditunjuk adalah Sudanco Singgih, seorang tentara PETA. "Saya ditunjuk karena paling muda. Umur saya waktu itu 18 tahun," kata Ilyas.Ilyas menceritakan pengalaman itu dengan penuh semangat. Matanya yang harus diplester agar tidak terpejam tampak berbinar. Ilyas memang menderita stroke mata. Dokter menganjurkannya untuk memlester kelopak matanya agar tidak terpejam. Sudah berbagai upaya pengobatan ditempuhnya namun belum juga membuahkan hasil.Meski dengan sakitnya itu, Ilyas tetap aktif beraktivitas. Sejak tahun 1996 dia menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Yayasan Pejuang Siliwangi Indonesia yang memiliki cabang di 14 propinsi, antara lain di Medan, Riau, Jambi, Palembang, Banten, dan Ambon."Saya akan diganti tahun 2009 nanti," kata Ilyas.Yayasan itu sendiri bergerak di bidang sosial. Kegiatannya antara lain penyantunan anak yatim, pembangunan tempat ibadah, dan penyantunan orang jompo.Ilyas lahir di Padang, Sumbar. Dia sekeluarga baru menetap di Jakarta pada 1936. Ayahnya dulu seorang camat di Matraman. Di zaman penjajahan Jepang, ayahnya dibawa ke Tegal dan dieksekusi tentara Jepang. Sejak saat itu, Ilyas menjadi yatim. Setelah pengibaran Sang Saka Merah Putih itu, Ilyas kemudian menjadi tentara. Pada 1948, Ilyas dan sejumlah pemuda di Jakarta diundang ke Bandung oleh Mr Kasman Singodimejo. Di Bandung, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kesatuan tentara ini kemudian berganti nama jadi Siliwangi. Nama Siliwangi merupakan usul dari Ilyas. Sebagai tentara, Ilyas pernah diterjunkan di sejumlah medan pertempuran di berbagai daerah, termasuk ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di Libanon dan Vietnam. Pada 1979, Ilyas pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Kehidupannya mulai suram, karena dua tahun kemudian dia diusir dari tempat tinggalnya di asrama tentara Siliwangi, di Lapangan Banteng, Jakpus. Sejak saat itu hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA. (sho/asy)


di kutip : detiknews.com

dimana benderaku berkibar ???


setinggi langit ke-tujuh
setinggi sang garuda terbang
seluas taman melati
seharum darah pahlawanku
hanya untuk merah putihku

setetes demi setetes keringat bangsaku
sebesar pengorbananku
cinta tanah airku
hanya untuk merah putihku

paskibra ???


anda mungkin sering mendengar kata paskibra di setiap sudut kota ataupun di sekeliling anda .

pernah ga anda belajar jadi paskibra ??? bagi anda yang pernah , kira2 paskibra penting ga sih ??

kan biasanya jadi seorang paskibra adlah suatu kebanggaan tersendiri bagi tiap siswa . mungkin juga untuk keren-kerenan he...3x canda kok .

seharusnya keinginan jadi paskibra tu keinginan yang munculnya dari hati nurani seseorang . dan menjunjung tinggi nilai moralnya . ya ga ?? doain ja paskibra akan hidup selamanya sampek cucu-cucu kita berani mengibarkan sang saka merah putih di ujung tiang paling tinggi di indonesia kita . merdeka ... hidup paskibraku !!!!!

gambar : humas-sambas.blogspot.com